Advokat Asri S.H., M.H. Soroti Kejanggalan Kasus Penganiayaan Anak di Boyolali, Tuding Kinerja PPA Polres Boyolali Tidak Profesional
BM.Online //Solo, Jawa Tengah 30 Desember 2024 - Srikandi Solo Pembela Keadilan Asri S.H., M.H., advokat kenamaan di Kota Solo dan pemilik Asri Law Firm & Partner yang juga Ketua DPD Jawa Tengah Kongres Advokat Indonesia, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus penganiayaan terhadap anak di bawah umur yang ditangani oleh Polres Boyolali. Asri, yang baru ditunjuk sebagai kuasa hukum korban, menyatakan bahwa dirinya mendapati dugaan ketidakprofesionalan dalam kinerja Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Boyolali.
Dalam pernyataan yang disampaikan kepada media, Asri menuding adanya indikasi penggiringan opini dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lama yang ditujukan kepada Mulyadi, ayah kandung korban. BAP tersebut, menurut Asri, seolah-olah ingin menjadikan Mulyadi sebagai tersangka dan ikut serta dalam penganiayaan terhadap anaknya.
"Kenyataannya, Mulyadi hanya menampar anaknya dengan tamparan edukasi untuk mendidik. Hal itu dilakukan agar anaknya tidak mengulangin atau melakukan perbuatan yang dituduhkan oleh para tersangka," jelas Asri.
Asri juga mengungkapkan bahwa sebelum kejadian penganiayaan, salah satu tersangka, S, sempat menanyakan kepada Mulyadi, " Kowe Sing Nganu Opo Aku Sing Nganu (Red-Bahasa Jawa) yang artinya Kamu yang menghajar atau Aku yang menghajar anakmu?" Pertanyaan ini, menurut Asri, mengindikasikan adanya provokasi dari para tersangka kepada Mulyadi.
Selengkapnya adalah hanya dalam tamparan edukasi mendidik agar anknya tidak mengulangi lagi dan saat itu dalam tekanan dari para terduga pelaku yang menyuruh ayah korban agar menghukum anaknya .dan pada saat itu korban juga menyampaikan kalau teguran dari ayahnya tersebut tidak menimbulkan luka atau sakit karena tidak keras dan atah korban saat itu berharap perkara selesai dan minta maaf pada warga yang selanjutnya akan membawa anaknya yang disuruh oleh Sang RT untuk dibawa ke Jakarta.
Lebih lanjut, Asri mengungkapkan bahwa dirinya telah membawa korban ke dokter psikiater pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB. Hal ini dilakukan karena korban mengalami trauma dan memerlukan penanganan medis, bukan perlakuan penganiayaan yang dilakukan oleh para tersangka.
Asri juga mempertanyakan status berkas pelimpahan kasus tersebut. Ia menyatakan bahwa baik dirinya, keluarga korban, maupun kuasa hukum sebelumnya belum menerima salinan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), meskipun pihak PPA Polres Boyolali menyatakan bahwa salinan SPDP telah dikirimkan kepada kuasa hukum sebelumnya.
Ketika team liputan khusus GMOCT menghubungi kuasa hukum sebelumnya KRT Erdia Risca S.H, beliau menyatakan bahwa dirinya hanya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), bukan SPDP. Beliau juga menyatakan bahwa dirinya telah memberitahukan kepada PPA Polres Boyolali bahwa dirinya sudah tidak lagi menjadi kuasa hukum korban sejak tanggal 26 Desember 2024,".
Asri juga menyoroti pernyataan pihak PPA Polres Boyolali yang menyatakan bahwa salinan SPDP telah dikirimkan kepada kuasa hukum sebelumnya, padahal kuasa hukum tersebut telah dicabut oleh keluarga korban. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan profesionalitas kinerja PPA Polres Boyolali.
Keluarga korban juga telah mendapatkan surat keterangan dari pihak sekolah tempat korban menimba ilmu. Surat tersebut menyatakan bahwa korban tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar sejak kejadian penganiayaan. Hal ini menunjukkan kerugian yang dialami korban akibat tindakan para tersangka.
"Kasus ini harus terus mendapatkan pengawalan dan keadilan harus ditegakkan. Ini adalah lex specialis, apalagi jika mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak," tegas Asri.
Asri juga menyayangkan pemberitaan di berbagai media yang seolah-olah menggiring opini bahwa Mulyadi akan menjadi tersangka. Ia menekankan bahwa BAP yang perlu direvisi adalah BAP yang melibatkan korban dan ayahnya, bukan BAP yang ingin menjadikan Mulyadi sebagai tersangka.
Asri juga mempertanyakan status tahanan kota yang diberikan kepada para tersangka perempuan. Ia mempertanyakan alasan para tersangka tega menganiaya korban tanpa memikirkan bahwa mereka adalah perempuan dan memiliki anak.
"Dengan tayang nya pemberitaan ini, tim liputan khusus GMOCT Gabungan Media Online dan Cetak Ternama akan mencoba meminta klarifikasi kepada pihak PPA Polres Boyolali," tutup Asri.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan anak di bawah umur dan dugaan ketidakprofesionalan dari pihak kepolisian. Publik menantikan klarifikasi dari pihak PPA Polres Boyolali terkait tuduhan yang dilayangkan oleh Asri S.H., M.H. dan berharap kasus ini dapat diusut tuntas dan keadilan dapat ditegakkan.
Team/Red(Bakara)
GMOCT